KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2009 lalu, Indonesia diwarnai oleh karut-marutnya masalah penegakan hukum. Kasus-kasus hukum yang disalahgunakan oleh oknum aparat, ketidakadilan penerapan hukum di masyarakat, sampai masalah hukum yang dimanipulasi untuk sekadar memenuhi keadilan prosedural muncul sepanjang tahun itu.
Masih hangat dalam ingatan kita, kasus-kasus seperti penahanan Bibit-Candra (pimpinan KPK) yang tidak sesuai dengan prosedur hukum karena ditengarai ada penyalahgunaan kewenangan pihak kepolisian untuk melemahkan KPK. Kasus Prita Mulyasari yang tidak mendapat keadilan hukum, atau bahkan kasus Nenek Minah yang menjadi korban aparat sekaligus penerapan hukum itu sendiri.
Menariknya, seiring munculnya kasus-kasus hukum tersebut, muncul pula gerakan-gerakan masyarakat sipil yang memprotes bahkan menentang ketidakadilan dalam penegakan hukum. Gerakan masyarakat sipil ini pun semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi. Jika sebelumnya masyarakat cenderung melakukan gerakan-gerakan nyata dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi, saat ini, dengan memanfaatkan kemudahan akses internet yang ada, masyarakat menyuarakan aspirasinya melalui situs-situs jejaring sosial yang ada seperti Facebook dan Twitter.
Fenomena "gerakan lewat dunia maya" ini pun ternyata tak bisa diremehkan karena justru terbukti efektif memberikan pencerahan dalam berbagai kasus hukum yang ada. Contohnya saja dalam kasus Prita Mulyasari. Gerakan mendukung Prita Mulyasari yang sempat ramai disuarakan dalam situs jejaring Facebook ternyata mampu mendorong terwujudnya gerakan nyata berupa aksi pengumpulan koin untuk Prita hingga pada akhirnya sedikit banyak berpengaruh pada proses penyelesaian kasusnya.
Terkait fenomena baru gerakan masyarakat dalam penegakan hukum ini, Peneliti Hukum The Habibie Center Lilis Mulyani berpendapat bahwa fenomena gerakan-gerakan masyarakat melalui dunia maya seperti itu saat ini justru terbukti efektif sebagai alat kontrol penegakan hukum di Indonesia.
"Gerakan-gerakan masyarakat melalui dunia maya seperti itu memang luar biasa efeknya kalau kita lihat pada kasus-kasus yang ada. Cara ini memang baru, namun cara ini membuktikan bahwa di Indonesia masyarakat masih menjadi alat kontrol penegakan hukum yang paling ampuh," katanya saat ditemui Kompas.com di Kantor The Habibie Center, Jakarta, Kamis (14/1/2010).
Intinya, kata Lilis, para penegak hukum harus mulai sadar bahwa gerakan di dunia maya tidak boleh diremehkan, apalagi jika sudah terkoneksi dengan dunia nyata.
C20-09
Kamis, 14 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar